SEKOLAH GRATIS?

Belakangan ini topik pendidikan di tanah air menjadi sorotan dan topik pembicaraan yang cukup hangat. Semua mempersoalkan sekolah murah. Malah pemerintah tidak ragu untuk mempromosikan apa yang diistilahkan dengan sekolah gratis.
Apa sebetulnya arti sekolah gratis?
Apa maksudnya pelajar tidak perlu bayar dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar?
Kalau memang itu...saya setuju.
Maksudnya, yang gratis pelajarnya.
Tapi proses pendidikan itu tidak pernah bisa gratis.
Sudahkan masyarakat memahami ini?

Bayar atau tidak bayar, sebenarnya tergantung siapa yang menanggung biayanya.
Harus diakui pendidikan itu tidak murah.
Pendidikan yang murah hanya diprakarsai oleh pendidik sukarela (alias sukarelawan).

Lembaga Pendidikan yang meng-’claim’ bahwa mereka bisa melakukan pendidikan yang murah, biasanya memang mengandalkan kreatifitasnya dalam penyampaikan materi ajar.

Selebihnya, kalaupun siswa tidak bayar, lembaga tersebut mendapatkan bantuan dana dari pihak lain (donatur).
Namun kembali lagi bahwasanya proses pendidikan itu tidak murah, marilah kita mengkaji beberapa hal.

Sumber daya manusia, misalnya. Sudahkah kita berfikir bahwa ’mengajar’ itu bukan hanya ’menyampaikan materi’. Mengajar perlu ketrampilan, dan ilmu pedagogik itu bukan ilmu yang sederhana. Kelihatannya mudah, tapi apabila tidak dihayati maka tidak akan menghasilkan out come yang optimal bagi peserta didik.

Dan dalam peningkatan kemampuan pedagogik dan kompetensi lainnya, banyak upaya pengembangan diri harus dilakukan. Jelas itu tidak murah.

Sering lembaga pendidikan disalahkan dengan menentukan tarif uang sekolah yang dianggap mahal. Menurut saya, mahal itu relatif. Apa dulu tujuannya.
Coba kita perhatikan biaya operasional sekolah. Di dalamnya ada beban pegawai, beban kegiatan belajar mengajar (KBM), beban kesiswaan, beban rutin, beban pemeliharaan & perbaikan, beban sarana prasarana / alat bantu pendidikan dan beban kegiatan lainnya. Itu semua belum lagi termasuk beban Investasi.

Di sekolah negeri beban Investasi, beban pegawai, beban rutin, beban pemeliharaan & perbaikan di tanggung oleh negara. Kalaupun ada sumbangan rutin bulanan sukarela, biasanya untuk menambahkan beban yang kurang dan juga untuk beban yang tidak ditanggung seperti tambahan fasilitas, tambahan kesejahteraan guru dan tambahan kegiatan ekstra kurikuler maupun pengembagan diri.

Berdasarkan pengalaman dan pengamatan, beban pegawai saja biasanya sudah menempati sekitar 70% dari beban operasional sekolah. Nah, silahkan menghitung sendiri apabila sekolah disekitar kita bukan merupakan sekolah negeri.

Saya dan teman-teman pernah menghitung beban operasional sekolah swasta menengah dibandingkan dengan beban operasional sekolah negeri (’bebannya’, bukan pungutan uang sekolahnya).

Kami mendapatkan beban sekolah swasta menengah belum tentu lebih besar dari sekolah negeri. Mengapa? Karena gaji guru pegawai negeri saat ini sudah cukup besar. Apalagi mereka mendapatkan berbagai tunjangan yang juga tidak kecil . Sedangkan swasta, Semua beban diatas tadi harus ditanggung sendiri. Artinya, sekolah murah juga tidak salah, namun pengaruh pertama pada beban operasional sekolah adalah beban pegawai. Jadi kita bisa bayangkan berapa upah yang dterima seorang guru dengan pungutan uang sekolah yang murah. Lalu bagaimana dengan metodologi penyampaian program & fasilitas? Apabila ingin ’baik’, tentunya diperlukan kreatifitas yang luar biasa dari para pendidiknya.

Dengan tantangan dan kendala masyarakat belakangan ini, sebetulnya menggembar gemborkan istilah ’Sekolah Gratis’ rasanya belum tepat. Perbedaan antara istilah Gratis, Beban Operasional dan Target Outcome dalam pemahaman masyarakat diyakini masih belum ada. 

Akibatnya, masyarakat masih memiliki budaya ’banyak menuntut’ daripada ’ikut berpartisipasi’ dalam pelaksanaan proses pendidikan itu sendiri.

Keterbukaan dari beberapa sekolah yang mengelola manajemen keuangannya dengan manajemen berbasis sekolah (bottom-up), dirasakan sebuah jalan keluar yang baik. Paling tidak, angka beban operasional sekolah benar-benar menjadi perhatian seluruh jajaran manajemen sekolah mulai dari para guru penanggung jawab program sampai dengan penentu kebijakan tertinggi, sesuai dengan kewenangannya masing-masing.

Untuk itu, masyarakat dharapkan lebih kritis dalam menyikapi pembiayaan dalam proses pendidikan. Pilihan adalah kembali kepada masyarakat.
Pemberlakuan proses, penggunaan metodologi, maupun target akademik maupun kecerdasan majemuk anak jelas sangat terkait kepada kualitas sumberdaya manusia dan fasilitas pendukungnya.
Murah belum tentu buruk, mahal belum tentu baik.

Namun dengan memahami semua indikator yang mendukung keberhasilan suatu proses pendidikan, Insya Allah kita dapat memberikan yang terbaik!



NUNNY HERSIANNA BUDIALENGGANA

Phasellus facilisis convallis metus, ut imperdiet augue auctor nec. Duis at velit id augue lobortis porta. Sed varius, enim accumsan aliquam tincidunt, tortor urna vulputate quam, eget finibus urna est in augue.

No comments:

Post a Comment

Thanks for your comment!