LABEL UNTUK ANAK

Sejak malam tidak sabar sekali rasanya menunggu esok tiba. Sengaja saya tidak membuat rencana apapun karena berencana mengajak makan siang lebih awal 2 orang kolega saya. 

Mengapa lebih awal, karena rencananya pada pukul 12.30 ditempat yang sama, saya akan berkumpul dengan teman-teman kuliah saya yang sebagian diantaranya sudah tidak pernah bertemu sejak 22 tahun yang lalu.

Benar saja, pertemuan penuh kangen ini berjalan dengan ceria dan betul-betul menghilangkan penat beberapa minggu terakhir di pekerjaan. Banyak hal yang kami bicarakan, dan menerawanglah saya pada beberapa pengalaman lama.


Kawan-kawan saya ini adalah kelompok yang biasa-biasa saja di sekolah.
Ada yang biasa di pelajaran (termasuk saya), ada juga yang kutu buku alias pandai, tapi biasa dalam penampilan. Tapi yang jelas, teman-teman saya ini adalah teman-teman yang sangat bersahaja di masanya.

Sebagian dari teman saya ini berasal dari daerah di luar jakarta. Sedangkan yang dari jakarta, walau belum tentu berasal dari keluarga yang berkecukupan, tetapi sudah tidak aneh lagi kalau di tempat saya kuliah ada julukan ”borju”  singatan dari borjouis untuk mereka yang berasal dari kota besar seperti Jakarta.

Entah apa sebabnya, tapi memang yang jelas, saat 2 tahun terakhir saya kuliah dan baru saja ada Restoran Ayam Goreng waralaba besar di kota itu, apabila saya dan teman saya dari Semanrang ingin makan di resto itu, kami harus ’diam-diam’ takut terlihat kawan lain dan dibilang ’borju’. 

Teman-teman angkatan saya ini sungguh luar biasa. Kami selalu bekerja sama dalam berbagai hal. Misalnya saja, dalam upaya mencari dana, kami harus menjual kue (berdasarkan pesanan per box) dari satu tempat kos ke tempat kos yang lain. Belum lagi bagaimana diantara kami harus mengajar teman yang lain agar bisa siap menghadapi ujian esok harinya (’ngebut dalam semalam’), akibat terlalu banyak luangkan waktu di kegiatan-kegiatan sosial.

Tapi siapa sangka kebersahajaan teman-teman saya dan pengalamannya dalam berinteraksi sosial dimasanya dapat memetik manfaat yang membanggakan saat ini.
Donny, yang nilainya sering mendapat D, dan sering tidur dalam kelas karena hidupnya bak kelelawar namun jeli dalam ’social skill’, saat ini telah menjadi pengusaha besar di bidang distribusi dan outlet buah segar.

Inoel, teman saya bermain gitar di even-even perkemahan; periang dan disayangi banyak teman, telah menjadi seorang pengamat ekonomi yang sering muncul di Media massa.

Edi, yang dulu selalu dipinjam motornya oleh teman-teman untuk kegiatan bazaar namun diam saja karena memang dia pendiam (istilah sekarang : korban bullying oleh teman sendiri), sekarang menjadi salah satu direktur di sebuah BUMN.

Andoko, yang selalu berpenampilan ’dandy’ dan kuliah seadanya, sekarang menjadi Managing Director sebuah perusahan periklanan besar.


Linda, kawanku yang ’fun & smart”, tak heran sekarang menjadi atase perdagangan di washington DC. Ada juga, beberapa teman lain yang di bidang studi biasa-biasa saja, namun saat ini menduduki posisi tinggi di sektor swasta, perbankan, Bappenas atau Perguruan Tinggi.
Wah, terlalu panjang apabila disebutkan semua.

Namun makna yang saya renungi adalah, betapa ternyata kita tidak boleh terlalu cepat memberikan ’LABEL’ pada seseorang dikarenakan kemampuannya yang seolah terbatas pada bidang tertentu.

Betapa ternyata manusia telah belajar dalam kehidupannya masing-masing!
Itu masih terbatas pada usia perkuliahan hingga dewasa. Lalu, bagaimana dengan anak-anak kita? Juara kelas ?Penurut? atau... Bodoh? Nakal? Pembangkang? Atau.....
”Label” itu biasanya sering kita dengar diantara orang tua yang menilai anak mereka. Wajarkah itu?

Hmm, saya jadi ingat komentar ibu saya saat saya saat mengomentari salah satu anak saya yang selalu harus di bantu di pelajaran sekolah. Ibu saya berkata : ” Kita harus sabar.....tingkat perkembangan kematangan otak anak berbeda satu dengan yang lainnya”. 
Wah, ternyata ucapan itu sangat melekat dan bisa saya buktikan dengan melihat ke empat putra putri saya yang beranjak remaja dan dewasa. Mereka memang tidak sama, dan memiliki keunikan masing-masing dalam kematangan intelektual maupun sosialnya.

Kehidupan tiap individu anak sangat luar biasa. Mereka adalah ladang amal kata ustadz di majelis taklim yang sering saya kunjungi,namun yang jelas mereka adalah tempat kita belajar menjadi individu yang lebih dewasa.
Siapa bilang hanya anak yang harus belajar dari orang tua? Bukankah kita juga harus mengakui bahwa siapa dan bagaimana diri kita sekarang salah satunya karena kita belajar hidup bersama mereka?

Untuk itulah dari pengalaman melihat perkembangan sekitar dalam kehidupan kita, sebaiknya kita perlu memaknai segera apa itu arti ’penghargaan’ atas perkembangan hidup seseorang;
Tidak memberinya ’label’ telalu cepat.
Anak malas, anak bodoh, anak nakal......
itu hanya LABEL yang kita berikan.
Namun atas kehendak ALLAH dan Ikhtiar manusia itu sendirilah maka seseorang akan dapat mengisi hikmah dan manfaat dalam kehidupannya kelak.
Semoga kita dapat saling menghargai

NUNNY HERSIANNA BUDIALENGGANA

Phasellus facilisis convallis metus, ut imperdiet augue auctor nec. Duis at velit id augue lobortis porta. Sed varius, enim accumsan aliquam tincidunt, tortor urna vulputate quam, eget finibus urna est in augue.

1 comment:

  1. asww. tks mba nuni,subhanallah. klu aq ga buka fb pagi ini, mungkin aq ga baca postingan 2 thn yg lalu ini..
    curhat ya pagi ini aq antar anakku skolah special diantar krn mau UN smp(5 menit dr rmh ), anakku masih telat juga , spt kebiasaan hari hari menjelang sekolah, tetep ga berubah..aq slalu ' ngecap anakku tkg telat n lelet..smp hr ini aq su' udzon anakku ntar sma pasti telat terus..nah slanjutnya aqu nangis baca postingan mba..wass btw sy rindu teman 2 lama ( SD < SMP SMA>>Kuliah..

    ReplyDelete

Thanks for your comment!